Blog ini hanya merupakan back up data dari Situs www.ditjenmiltun.net apabila situs ini mengalami gangguan dan juga mencoba mengarsipkan berita-berita terkait dengan Mahkamah Agung atau berita-berita dari media on line yang ada ..

Selasa, 04 Oktober 2011

Status Justice Collaborator Masyhuri Tergantung Hakim

Hukum on line

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan tersangka kasus surat palsu MK Masyhuri Hasan layak mendapat perlindungan. Keputusan ini ditetapkan LPSK sejak 21 September 2011. Setelah ditetapkan masuk perlindungan, Masyhuri akan mendapat perlindungan hukum, pendampingan sebagai saksi dalam persidangan, pemenuhan hak prosedural, dan kemungkinan perlindungan untuk pihak keluarga.

Ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar bagi LPSK ketika memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada eks juru panggil MK itu. Salah satunya adalah informasi yang diperoleh setelah LPSK berkoordinasi dengan Mabes Polri bahwa Masyhuri dinilai cukup kooperatif dalam proses hukum. Selain itu, LPSK juga mempertimbangkan potensi tingkat ancaman yang bisa menimpa Masyhuri.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan salah satu tujuan LPSK memberikan perlindungan adalah agar Masyhuri berani blak-blakan di persidangan nanti. “Jadi itu tujuan kita menyatakan dia berhak mendapatkan perlindungan supaya dia memberikan keterangan,” ujarnya.

Ditambahkan Semendawai, LPSK juga akan mempertimbangkan kemungkinan Masyhuri ditetapkan sebagai justice collaborator (pelaku yang bekerja sama). Pertimbangannya, kata Semendawai, selain dinilai cukup kooperatif saat memberikan keterangan dalam proses penyidikan, Masyhuri juga diyakini memiliki sejumlah informasi penting tentang keterlibatan pihak lain.

Namun begitu, apakah Masyhuri layak menyandang justice collaborator atau tidak? Menurut Semendawai, masih terdapat tahapan yang mesti dijalani Masyhuri. LPSK, katanya, akan melakukan penilaian proses yang dijalani MAsyhuri mulai dari tahapan penyidikan hingga tahap persidangan. Dalam proses persidangan, nantinya akan dinilai apakah keterangan Masyhuri konsisten dengan apa yang dia utarakan di depan penyidik.

Informasi penting yang disampaikan Masyhuri kepada penyidik harus diungkap dalam persidangan nanti. Jika tidak konsisten atau berubah keterangannya, bukan tidak mungkin LPSK urung memberikan rekomendasi justice collaborator ke majelis hakim. “Iya kita melakukan penilaiaian apakah yang bersangkutan mendapatkan reward sebagai justice collaborator. (Saat ini) Belum bisa disebut sebagai justice collaborator,” ujarnya.

Ditegaskan Semendawai, LPSK sebatas memberikan rekomendasi atas status justice collaborator seorang tersangka atau terdakwa. Kewenangan penetapan terakhir status itu berada di tangan majelis hakim dalam persidangan. “LPSK sebenarnya tidak punya otoritas menetapkan secara langsung, tetapi lebih rekomendasi saja (ke majelis hakim),” ujarnya.

Ketentuan mengenai justice collaborator diatur secara detail dalam SEMA No 4 Tahun 2011 merupakan penjabaran dari UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, khususnya Pasal 10 ayat (1) dan (2).

“Kalau dia nanti terbukti punya peran besar nanti akan diberikan rekomendasi agar yang bersangkutan diberikan reward. Reward itu akan diberikan atau tidak, itu bukan LPSK. Tetapi hakim dan sepenuhnya independensi hakim,” pungkasnya.

Sementara itu, Mabes Polri enggan berkomentar tentang perlindungan yang diberikan LPSK kepada Masyhuri. Melalui SMS kepada hukumonline, Jumat (30/9), Kadiv Humas Mabes Polri Anton Bahrul Alam berdalih Masyhuri kini menjadi kewenangan Kejaksaan sejak berkasnya dilimpahkan beberapa waktu lalu. “Yang bersangkutan sudah menjadi kewenangan pihak Kejaksaan. Silakan ke Kejaksaan,” tukasnya singkat.

Merujuk pada SEMA No 4 Tahun 2011, seorang justice collaborator dapat menerima kompensasi berupa keringanan hukuman. Namun, keputusan soal ini menjadi kewenangan majelis hakim yang menangani perkara. Beberapa waktu lalu, Ketua MA Harifin A Tumpa juga menegaskan bahwa ketentuan dalam SEMA No 4 Tahun 2011 ditujukan bukan untuk membebaskan terdakwa.

“Jadi bukan kebijakan untuk membebaskan hukuman bagi whistleblower atau justice collaborator,” ujarnya di sela-sela Rakernas MA 2011 di Hotel Mercure Jakarta, Senin (19/9).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, SEMA yang diterbitkan tanggal 10 Agustus 2011 itu isinya ‘mengimbau’ para hakim untuk memberi perlakuan khusus berupa keringanan hukuman dan/atau bentuk perlindungan lainnya kepada whistleblower dan justice collaborator untuk perkara tindak pidana tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar